Demokrasi dan Pandemi Covid -19

0
932
Listen to this article

BANDAR LAMPUNG – Berawal dari merebaknya corona virus diseases di provinsi Wuhan negara Tiongkok (China) medio Desember 2019 lalu, dunia melalui WHO (World Health Organization) sebuah badan PBB yang membidangi kesehatan dunia telah “me-warning” kepada Negara-negara didunia akan kemungkinan terjadi pandemic wabah penularan dan infeksi yang menyerang manusia yang disebabkan virus corona yang media penularannya dari manusia ke manusia baik secara langsung dan atau melalui media yang terhubung/ kontak dengan manusia, yang kemudian virus tersebut dilabelisasi dengan nama covid-19.

Dan sejak ditemukannya warga depok yang terbukti positif terinfeksi covid 19 pada bulan februari 2020, dan berikut semakin bertambahnya WNI maupun WNA yang ada di Indonesia yang terinfeksi covid 19, secara resmi Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa Indonesia juga menjadi Negara yang mengalami pandemic covid 19 bersama banyak negara-negara lainnya di belahan dunia. Guna menekan dan meminimalisir jumlah korban yang terinveksi covid 19, pemerintah RI telah mencanangkan dan bahkan melakukan langkah-langkah penyesuaian pola kehidupan warga negaranya dengan mengadaptasi agenda Negara, kepemerintahan, hukum, sosial budaya bahkan sampai aktifitas pribadi perseorangan warga masyarakatnya termasuk aktivitas keagamaan diatur, dikelola, dihimbau bahkan ada yang dilakukan pelarangan untuk menyesuaikan aktivitasnya dengan protokol kesehatan : social distancing, physical distancing, penggunaan APD, memakai masker bila beraktivitas di luar rumah, menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh, pola hidup dan makan yang baik, dan bahkan sampai pemulasaran (pemakaman) terhadap mereka yang dinyatakan atau patut diduga dinyatakan korban jiwa akibat terinfeksi covid 19.

Termasuk didalamnya agenda demokrasi, pemilihan Kepala Daerah yang telah ditetapkan UU (sekalipun) tentang waktu pelaksanaannya sekiranya akan digelar 23 September 2020 dirubah menjadi 9 Desember 2020 melalui Perpu 2/2020 yang saat ini telah disetujui oleh Komisi II DPR RI menjadi UU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Perpu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU yang disahkan dalam rapat paripurna. Hal ini menjadi resultante proses politik yang menjadi ketentuan hukum positif yang berlaku dan mengikat.

Ketika proses politik kemudian menjelma menjadi hukum positif (resultante) telah memenuhi syarat formil pembentukan UU, maka sejak diundangkan itulah dinyatakan sebagai hukum yang berlaku, mengikat dan harus dihormati seluruh lapisan masyarakat, termasuk para penyelenggara dan peserta pilkada.

Meskipun dalam beberapa hal, masih ditemukan hal-hal yang dianggap oleh sebagian stake holder meragukan kesiapan, efektivitas dan kualitas keberhasilan penyelenggaraan Pilkada ditengah pandemic covid 19 ini.

Bisa kita ikuti pemberitaannya, seperti di kota Bandarlampung, kondisi keuangan pemkot belum memungkinkan untuk memback-up anggaran Pilwakot, juga demikian hal nya pengakuan Walikota Surakarta (Solo) yang menyatakan bahwa kondisi keuangan Pemkot tidak memungkinkan untuk membiayai Pilwakot, karena dana yang 15 M yang semula dianggarkan untuk Pilwakot, tersedot habis untuk membiayai kebutuhan penanganan dan dampak covid 19 di kota Solo, dan secara terang-terangan mengusulkan agar Pilkada kota Solo ditunda 2021, ada banyak daerah yang sekiranya juga punya agenda pilkada, mempunyai persoalan yang tidak berbeda soal anggaran tersebut, bahkan anggaran tambahan yang diajukan KPU Pusat kepada Pemerintah untuk pembelian APD bagi penyelenggara pun, disinyalir terhambat pencairannya, setidaknya pada tengat waktu 15 Juni yang lalu sebagai tanda dilanjutkannya tahapan Pilkada yang sempat ditunda akibat covid 19.

Baca Juga Berita  Jika Rakyat Diberi Beras Buruk Pasti Menjerit Bulog Jangan Nabrak Peraturan

3 hal krusial Setidaknya penulis menawarkan tiga catatan dalam pelaksanaan Pilkada di era pandemi covid 19 ini;                                                                                          Pertama, Sebagai sebuah produk hukum yang baik, Perpu 2/2020 yang kini sudah disahkan menjadi UU tentu harus memenuhi syarat materiil dan formil dari sebuah UU. Terhadap berbagai kemungkinan untuk ditundanya kembali jadwal pencoblosan Pilkada serentak 9 Desember 2020 tetap ada tertuang didalam perpu 2/2020 tersebut, sebagai exit point bila situasi terkendala untuk melaksanakan Pilkada. Berbagai alasan masih menjadi pertimbangan tentu saja, seperti; hingga saat ini belum ditemukannya obat atau vaksin yang dapat mencegah covid 19, bahkan belum ada yang dapat memastikan kapan pandemic ini akan mereda apalagi berakhir. Oleh karena itu, penyelenggaraan Pilkada akan berjalan optimal, ketika aturan hukum yang menjadi landasan pelaksanaannya, bukan hanya Perpu 2/2020 yang kini sudah menjelma menjadi UU tetapi juga segala peraturan yang ada dibawahnya dipersiapkan dan disesuaikan dengan kondisi pandemic, seperti misalnya Peraturan KPU (PKPU) yang jadi rujukan pelaksanaan Pilkada. Semua substansi hukum yang tertuang dalam UU maupun peraturan yang ada dibawahnya diharapkan dapat mencerminkan nilai-nilai keadilan dan sekaligus kepastian bahwa Pilkada serentak 2020 ini bisa berjalan dengan optimal.                                                                                          Kedua, Semua kelembagaan, perangkat dan kelengkapan baik proses maupun personal penyelenggara Pilkada serentak ditengah pandemic ini dapat diantisipasi, direncanakan, tersedia dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya sebagai sarana pendukung terwujudnya Pilkada serentak secara optimal. Pemerintah dan penyelenggara harus dapat memastikan bahwa tahapan dan personal yang terlibat dalam proses Pilkada 2020 ini berjalan dengan menggunakan protokol Kesehatan, baik sistem maupun APD yang digunakan. Tujuan dari sistem tahapan dan penggunaan APD tersebut adalah dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah dan melindungi seluruh tahapan dan atau penyelenggara dari setiap tahapan dan tingkatan dari kemungkinan ancaman bahaya covid 19 dan dampaknya. Tentunya saja kita tidak menginginkan bahwa tahapan dan proses maupun penyelenggara Pilkada menjadi cluster tersendiri dalam penyebaran covid 19, apalagi sampai menimbulkan korban jiwa. Pemerintah dan penyelenggara Pilkada jangan sampai dipersepsikan demi mengedepankan atau hanya mementingkan agenda desentralisasi politik guna mewujudkan kedaulatan rakyat namun disisi lain mengabaikan tujuan dari desentralisasi dan kedaulatan itu sendiri, yaitu kesejahteraan rakyatnya karena mengabaikan kesehatan dan keselamatan rakyat dengan melaksanakan Pilkada tanpa protokol kesehatan. Demikian juga hal nya dengan Bawaslu beserta jajarannya, kiranya dengan seksama dapat memperhatikan terkait dengan sistem tahapan, proses dan penggunaan APD ini menjadi objek pengawasannya. Tahapan yang tidak menggunakan sistem dan APD sebagai upaya penerapan protokol kesehatan dapat dikatagorikan sebagai cacat pelaksanaan yang dapat berimplikasi cacat hukum, tentu saja hal ini dapat dijadikan cacat legitimasi yang berpeluang menjadi problem hukum atas hasil Pilkada, merujuk pada alasan yang tertuang dalam landasan hukum dilanjutkannya tahapan dan pelaksanaan Pilkada tersebut, yaitu dengan menggunakan protokol kesehatan. Hal ini dapat dikatagorikan sebagai syarat materiil dalam peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan Pilkada tersebut.                                                              Kemudian yang juga tidak kalah pentingnya, adalah faktor Ketiga, yaitu budaya pemilu masyarakat yang akan menggunakan hak pilihnya, para candidat sebagai peserta dan juga budaya penyelenggara. Penyelenggaraan Pemilu (baca: termasuk Pilkada) ditengah pandemi covid 19 seperti sekarang ini, adalah tercatat yang pertama dialami oleh bangsa kita sejak adanya Pemilu pertama Tahun 1955 (Pilkada langsung pertama Tahun 2005), tentu tahapan dan proses Pemilu yang bersentuhan dengan perilaku manusia didalamnya telah menjadi kebiasaan yang berlansgung lama dan berlanjut sehingga menjadi budaya pemilu masyarakat kita. Proses tersebut dapat diikuti dari tahapan pendaftaran, pemasangan alat peraga, kampanye dalam berbagai bentuk, pengerahan massa sampai saat pencoblosan dan penghitungan suara hasil pemilihan di TPS adalah perilaku yang sudah diketahui dan dimaklumi secara umum yang berlangsung dalam waktu yang relatif cukup lama, dan itulah menjadi cermin budaya pemilu kita, meskipun dari waktu ke waktu ada perbaikan kualitas perilaku budaya tersebut.

Baca Juga Berita  Bupati Kaur H. Lismidianto, SH. MH Resmikan Masjid AL- Susarul

Pelaksanakan Pilkada di era pandemi ini harus diformat dalam perilaku yang menggunaan atau menyesuaikan dengan protokol kesehatan, tidak berkerumun, jaga jarak, penggunaan masker, mencuci tangan dan lain sebagainya. Hal ini tentu menjadi pola dan perubahan prilaku juga pada masyarakat dan semua pihak yang terlibat dalam Pilkada tersebut, bukan hal yang tidak mungkin, meskipun juga bukan lah hal yang sederhana. Oleh karena itu sosialisasi dari semua stake holder yang terlibat dalam Pilkada menjadi sesuatu yang penting dan berpengaruh untuk mempersiapkan dan merubah perilaku dan budaya pemilu kita yang lebih adaptif dengan protokol kesehatan.

Perubahan budaya secara cepat apalagi tanpa sosialisasi yang massif kepada masyarakat kita dapat menyebabkan ‘gagap budaya’ pada masyarakat kita, tentu saja persoalan ini sangat tidak kita harapkan berimplikasi negatif lebih luas dalam pelaksanaan Pilkada ditengah pandemi ini.

Ketiga catatan diatas, sekiranya bisa mengantisipasi legitimasi Pilkada dari optic politik (demokrasi), hukum dan kesehatan, yang ketiganya diharapkan dapat berjalan beriringan, seimbang (proporsional) sekaligus dapat mewujudkan tujuan dari pada dilaksanakannya Pilkada meskipun di era pandemi covid 19, yaitu untuk mensejahterakan rakyatnya, karena pelaksanaan kedaulatan rakyat di daerah adalah penerapan dari desentralisasi politik yang mengalirkan kewenangan kepada daerah untuk menentukan sendiri kepemimpinan daerahnya, yang juga selaras dengan tujuan perwujudan kedaulatan rakyat melalui Pilkada yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Hal mana tujuan ini juga sesuai dengan dengan cita-cita konstitusi negara kita, untuk memajukan kesejahteraan umum. Semoga …. Penulis : Wendy Melfa  Pengasuh RuDem (Ruang Demokrasi)                                  Editor   :  M.A. Saidi, SE

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here